Kamis, 15 Desember 2011

ILMU AKHLAK


 BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Akhlak tasawuf adalah salah satu khasanah intelektual Muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan. Secara histories dan teologis Akhlak Tasawuf merupakan pemandu perjalanan hidup umat agar selamat dunia dan akhirat. Tidaklah berlebihan jika misi utama Nabi Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang baik, sehingga hal ini dinyatakan oleh Allah di dalam Al-Qur’an.

Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta agar akhlak Nabi Muhammad SAW. Itu dijadikan contoh dalam kehidupan di berbagai bidang. Bagi siapa yang mematuhi permintaan ini, dijamin keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.

Oleh karena itu, melalui makalah ini kami akan mencoba memaparkan lebih banyak lagi penjelasan tentang pengertian Ilmu Akhlak dalam Akhlak Tasawuf.

B. Rumusan Masalah
1.  Apakah Pengertian Ilmu Akhlak ?
2.  Apakah yang merupakan Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak ?
3.  Apakah manfaat mempelajari Ilmu Akhlak ?



BAB II
PEMBAHASAN

ILMU AKHLAK

1.  PENGERTIAN ILMU AKHLAK
        Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), dan pendekatan teminologik (peristilahan). Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala, yuf’ilu if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), al-’adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).[1]

            Dengan demikian kata akhlaq atau khuluq secara kebahasaan berarti budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi’at. Pengertian akhlak dari sudut kebahasaan ini dapat membantu kita dalam menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah.

            Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah ini, kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan, bahwa akhlak adalah; Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatam tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[2]
           
Sementara itu Imam al-Ghazali (1059-1111 M) yang selanjutnya dikenal dengan Hujjatul Islam (Pembela Islam),  mengatakan akhlak adalah; Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[3]

            Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, dalam Mu’jam al- Wasith, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah; Sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.[4]
           
            Selanjutnya dalam kitab Dairatul Ma’arif, secara singkat akhlak diartikan, Sifat-sifat manusia yang terdidik.[5]
           
            Difinisi-difinisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat merlihat lima ciri yng terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
           
            Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehinggga telah menjadi kepribadiannya.
           
            Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Tetapi perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sehat akal pikirannya.
           
            Ketiga, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam didi orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan.
           
            Keempat, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
           
            Kelima, selain dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian. Seseorang yang melakukan perbuatan bukan atas karena Allah tidak dapat dikatakan perbuatan akhlak.
           
            Dalam Da’iratul Ma’arif Ilmu Akhlak adalah: Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya hingga terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong daripadanya.[6]
           
     Di dalam Mu’jam al-Wasith disebutkan bahwa ilmu akhlak adalah: Ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik dan buruk.[7]

            Selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang tata karma.[8]

2. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ILMU AKHLAK

Jika definisi tentang Ilmu Akhlak tersebut kita perhatikan dengan saksama, akan tampak bahwa ruang lingkup pembahasan Ilmu Akhlak adalah membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu Akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik dan buruk.

Dengan demikian objek pembahasan Ilmu Akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Jika kita katakan baik atau buruk, maka ukuran yang harus digunakan adalah ukuran normatif. Selanjutnya jika kita katakan sesuatu itu benar atau salah, maka yang demikian itu termasuk masalah hitungan atau akal pikiran.

Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam Ilmu Akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan itu selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk. Dalam hubungan ini Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut : ”Bahwa objek Ilmu Akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk.”[9]

Pendapat di atas menunjukan dengan jelas bahwa objek pembahasan ilmu akhlak adalah perbuatan manusia untuk selanjutnya diberikan penilaian apakah baik atau buruk.

Pengertian ilmu akhlak selanjutnya dikemukakan oleh Muhammad al-Ghazali. Menurutnya bahwa kawasan pembahasan Ilmu Akhlak adalah seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (perseorangan) maupun kelompok.[10]

Dalam masyarakat Barat kata akhlak sering diidentikkan dengan etika, walaupun pengindetikan ini tidak sepenuhnya tepat. Mereka yang mengidentikan akhlak dengan etika mengatakan bahwa etika adalah penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat manusia.

Namun, perlu ditegaskan kembali disini bahwa yang dijadikan objek Ilmu Akhlak di sini adalah perbuatan yang memiliki ciri-ciri, yaitu perbuatan yang yang dilakukan atas kehendak dan kemauan, sebenarnya telah mendarah daging dan dilakukan secara terus-menerus sehingga mentradisi dalam kehidupannya. Perbuatan yang tidak memiliki ciri-ciri tersebut tidak dapat disebut sebagai perbuatan yang dijadikan objek Ilmu Akhlak.

Selanjutnya tidak pula termasuk ke dalam perbuatan akhlak, yaitu perbuatan yang alami karena perbuatan yang alami tidak menjadikan pelakunya layak dipuji. Dengan demikian perbuatan yang bersifat alami, dan perbuatan yang dilakukan tidak karena sengaja  atau khilaf tidak termasuk perbuatan akhlaki, karena dilakukan tidak atas dasar pilihan. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW., ”Bahwasanya Allah memaafkanku dan umatmu yang berbuat salah, lupa dan dipaksa.” (HR. Ibn Majah  dari Abi Zar). Hukum dibebaskan atas tiga golongan, yaitu atas orang yang gila hingga ia sembuh gilanya, orang yang tidur hingga ia bangun dari tidurnya dan anak kecil hingga ia menjadi dewasa. (HR. Ahmad, Abu Daud, Hakim dan Umar).

Dengan memperhatikan keterangan tersebut di atas kita dapat memahami bahwa yang dimaksud dengan Ilmu Akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan manusia yang dalam keadaan sadar, kemauannya sendiri, tidak terpaksa dan sungguh-sungguh, bukan perbuatan yang pura-pura. Perbuatan yang demikian selanjutnya deberi nilai baik atau buruk. Untuk menilai apakah perbuatan itu baik atau buruk diperlukan pula tolak ukur, yaitu baik dan buruk menurut siapa dan apa ukurannya.


3. MANFAAT  ILMU AKHLAK

              Akhlak merupakan objek ilmu yng menduduki tempat luas dalam memberi perhatian pada manusia dan pada pikirannya. Oleh karena itu, menuntut ilmu akhlak dari sekarang memiliki manfaat yang sangat tinggi. Di sini saya ingin menyimpulkan sebagian manfaat tersebut :

1.   Mencapai budi pekerti yang luhur, yang menumbuhkan kehidupan yang baik.
2.   Membimbing tindakan manusia kepada nilai-nilai akhlak dan budi pekerti yang luhur bedasarkan nilai.
3.   Memperkuat keinginan manusia kepada kebaikan dan jalan yang lurus.
4.   Mempelajari Ilmu Akhlak akan memberitahukan manusia pada kebaikan dan keburukan serta batas-batasnya.
5.   Di bawah bimbingan Akhlak Islami saja manusia akan memberikan setiap hak kepada masing-masing pemiliknya, baik binatang, manusia, benda mati atau tumbuh-tumbuhan. Sehingga lebih hak kepada Rabb sekalian alam ini.
6. Membimbing setiap manusia pada jalan yang benar ; Yang bersifat keilmuan, pemikiran, rohani, kejiwaan dan tubuh. Sehingga tidak satu pun kemampuanya dibiarkan menganggur.
7. Manfaat Ilmu Akhlak yang paling utama adalah memutuskan manusia dari cinta dunia dan memfokuskan cintanya kepada Allah SWT. Dengan demikian tidak ada yang lebih di idamkan kecuali berjumpa dengan Allah  SWT., maka semua tindakannya diukur menurut syariah dan akal pikiran.

Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa Ilmu Akhlak bertujuan untuk memberikan pedoman bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Terhadap perbuatan yang baik ia berusaha melakukannya dan terhadap perbuatan yang buruk ia berusaha untuk menghindarinya.


BAB III
KESIMPULAN

            Dari uraian diatas, dapat kita ambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
1.     Ilmu Akhlak adalah ilmu yang mengkaji tentang suatu pebuatan yang dilakukan manusia, baik ataupun buruk. Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya hingga terisi dengannya (kebaikan) dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong daripadanya (keburukan).

2.     Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak adalah berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, perbuatan baik atau buruk yang selanjutnya diberikan penilaian apakah baik atau buruk oleh Allah SWT.

3.     Manfaat mempelajari Ilmu Akhlak, antara lain :
1.     Mencapai budi pekerti yang luhur, yang menumbuhkan kehidupan yang baik.
2.     Membimbing tindakan manusia kepada nilai-nilai akhlak dan budi pekerti yang luhur bedasarkan nilai.
                  3.   Memperkuat keinginan manusia kepada kebaikan dan jalan yang lurus.
4.     Mempelajari Ilmu Akhlak akan memberitahukan manusia pada kebaikan dan keburukan serta batas-batasnya.
5.     Di bawah bimbingan Akhlak Islami saja manusia akan memberikan setiap hak kepada masing-masing pemiliknya, baik binatang, manusia, benda mati atau tumbuh-tumbuhan. Sehingga lebih hak kepada Rabb sekalian alam ini.
6.     Membimbing setiap manusia pada jalan yang benar; Yang bersifat keilmuan, pemikiran, rohani, kejiwaan dan tubuh. Sehingga tidak satu pun kemampuanya dibiarkan menganggur.




[1] Jamil Shaliba, al-Mu’jam al-Falsafi, juz 1, (Mesir: Dar al-Kitab al-Mishri, 1978), hlm 539
[2] Ibn Miskawaih, Tahzib al-Akhlak wa Tathhir al-A’raq, (Mesir: al- Mathba’ah al-Mishriyah, 1934), cet 1, hlm 40
[3] Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Jilid III, (Beirut: Dar al –Fikr, t.t.), hlm 56
[4] Ibrahim Anis, al-Mu’jam al-Wasith, ( Mesir: Dar al – Ma’rif, 1972), hlm 202
[5] Abd al-Hamid, Dairah al-Ma’rif, II (Kairo: Asy-Sya’b,t,t), hlm 436
[6] Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, (Mesir: Dar al-Kutubal-Mishriyah, cet. III, t.t), hlm 2-3
[7] Abd. Hamid Yunus, op. cit., hlm.436-437
[8] Husaain al-Habsyi, Kamus al-Kautsar, (Surabaya: Assegaf, t.t), halm 87
[9]  Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, op. cit., hlm. 2
[10] Muhammad al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, (terj) Moh. Rifa’i dari judul asli, Khuluq al-Muslim , (Semarang : Wicaksana, 1993) cet IV, hlm. 68

Tidak ada komentar: