Sabtu, 07 Mei 2011

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN BELAJAR

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam melaksanakan proses belajar mengajar terlebih dahulu akan ditanyakan kenapa manusia itu melakukan proses pembelajaran? Hal ini berkaitan dengan tujuan dari orang atau manusia itu dalam mengikuti proses pembelajaran. Adapun dengan kata lain tujuan disini adalah sebuah kebutuhan manusia yang secara lahiriah maupun batiniah itu harus tercapai. Dalam proses pembelajaran manusia juga memiliki kebutuhan agar dalam proses pembelajaran berjalan dengan baik dan sesuai dengan rencana.

Tujuan manusia belajar tentunya adalah untuk menjadi lebih baik, sehingga kelak ilmu yang mereka peroleh melalui proses belajar dan mengajar dapat diterapkan dalam kehidupannya. Demi mencapai tujuan tersebut, maka sebelum memulai proses belajar seoarng pendidik perlu mengadakan identifikasi terlebih dahulu terhadap kebutuahn masing-masing peserta didiknya, baik itu secara individual ataupun kelompok, agar apa yang disampaikan oleh pendidik dalam proses pembelajaran dapat diterima dengan baik oleh peserta didiknya serta tercapai tujuan yang telah direncanakan. Mengingat pentingnya pengidentifikasian kebutuhan belajar, maka kami akan menyampaikan sedikit materi tentang “Identifikasi Kebutuhan Belajar”

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan identifikasi kebutuhan belajar?
2. Apakah model-model yang digunakan dalam pengukuran kebutuhan belajar?


BAB II
PEMBAHASAN

IDENTIFIKASI KEBUTUHAN BELAJAR

A. Pengertian Identifikasi Kebutuhan Belajar

Identifikasi berasal dari kata “identify” yang artinya meneliti, menelaah. Identifikasi adalah kegiatan yang mencari, menemukan, mengumpulkan, meneliti, mendaftarlan, mencatat data dan informasi dari lapangan. Kebutuhan adalah segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia untuk kehidupannya, demi mencapai suatu hasil (tujuan) yang lebih baik. Belajar adalah suatu proses perubahan kearah yang lebih baik, yang mengubah seseorang yang tidak tahu menjadi tahu, yang tidak baik menjadi baik, yang tidak pantas menjadi pantas, dll. Kebutuhan belajar pada dasarnya menggambarkan jarak antara tujuan belajar yang diinginkan dan kondisi yang sebenarnya. Jadi pengertian Identifikasi kebutuhan belajar adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan untuk meneliti dan menemukan hal-hal yang diperlukan dalam belajar dan hal-hal yang dapat membantu tercapainya tujuan belajar itu sendiri, baik itu proses belajar yang berlangsung di lingkungan keluarga (informal), sekolah (formal), maupun masyarakat (non-formal).

Pada tahap pengidentifikasian kebutuhan belajar ini, sebaiknya guru melibatkan peserta didik untuk mengenali, menyatakan dan merumuskan kebutuhan belajar, sumber-sumber yang tersedia dan hambatan yang mungkin dihadapi dalam kegiatan pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar. Identifikasi kebutuhan belajar bertujuan antara lain untuk melibatkan dan memotivasi peserta didik agar kegiatan belajar dirasakan sebagai bagian dari kehidupan dan mereka merasa memilikinya. Hal ini dapat dilakukan sebagai berikut:

a. Peserta didik didorong untuk menyatakan kebutuhan belajar berupa kompetensi tertentu yang ingin mereka miliki dan diperoleh melalui kegiatan pembelajaran.
b. Peserta didik didorong untuk mengenali dan mendayagunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk memenuhi kebututhan belajar.
c. Peserta didik dibantu untuk mengenali dan menyatakan kemungkinan adanya hambatan dalam upaya memenuhi kebutuhan belajar, baik yang datang dari dalam maupun dari luar

Terdapat tiga lembaga pendidikan yang pasti akan dihadapi oleh setiap orang, yaitu; informal, formal, dan non-formal, seperti yang telah disebutkan diatas. Namun pada kesempatan ini, kami dari pihak penulis hanya akan membahas tentang pengidentifikasian kebutuhan belajar di lingkungan non-formal (masyarakat). Mengidentifikasi kebutuhan belajar merupakan dasar dalam penyusunan suatu program pembelajarann pendidikan non formal terutama yang berbentuk kelompok. Identifikasi kebutuhan belajar itu diperlukan untuk menentukan kebutuhan mana yang paling potensial dari segi kemanfaatan dan pemenuhannya. Adapun tata cara melakukan identifikasi kebutuhan belajaer adalah sebagai berikut:

1. Langkah pertama, tentukan kebutuhan pembelajaran;
2. Langkah kedua, abaikanlah kesenjangan tersebut jika kebutuhan tersebut kecil sehingga tidak menjadi masalah;
3. Langkah ketiga, jika kebutuhan bermasalah maka carilah penyebab kesenjangannnya, apakah pengetahuan, keterampilan, atau sikap mahasiswa? Jika bukan, maka pemecahan masalah tersebut diserahkan kepada pemimpin lembaga untuk segera ditindak lanjut;
4. Langkah keempat, apabila kesenjangan bersumber dari pengetahuan, atau sikap maka perlu dipisahkan antara peserta didik yang pernah mempelajari dengan yang belum mempelajari;
5. Langkah kelima, pisahkan antara kelompok peserta didik yang sering mempelajaridan kelompok yang jarang mempelajari;
6. Langkah keenam, bagi kelompok yang sering mempelajari dan mendapatkan pendidikan maupun latihan berikanlah umpan balik atas kelemahannya dan minta mempraktekkan lagi sampai dapat melakukan tugasnya sesui dengan yang diharapkan;
7. Langkah ketujuh, bagi kelompok yang jarang mempelajari dan jarang latihan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap yang relevan dengan profesinya maka berikanlah kesempatan lebih banyak untuk praktek dan mempelajarinya kembali dengan tetap disupervisi dari dekat sampai mereka mampu mencapai hasil kerja yang diharapkan;
8. Langkah kedelapan, merumuskan kompetensi dasar bagi kelompok mahasiswa yang tidak pernah mempelajari atau tidak mengikuti pelatihan yang relevan dengan studi yang diambilnya. Kompetensi dasar tersebut meliputi pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang belum pernah dipelajari oleh peserta didik.

B. Model Pengukuarn Kebutuhan Belajar

model pengukuran kebutuhan belajar merupakan bentuk pengukuran terhadap hal-hal yang harus ada dan dibutuhkan dalam kegiatan belajar, yang disajikan oleh pendidik (guru) dan disesuiakan dengan program pembelajaran yang dilakukan. Terdapat tiga (3) model pengukuran dalam mengidentifikasi kebutuhan belajar, yaitu model induktif, model deduktif dan model klasik (Koufman, 1972).

1. Model Induktif

Pendekatan yang digunakan dalam model Induktif menekankan pada usaha yang dilakukan dari pihak yang terdekat, langsung, dan bagian-bagian ke arah pihak yang luas, dan menyeluruh. Oleh karena itu, melalui pendekatan ini diusahakan secara langsung pada kemampuan yang telah dimiliki setiap peserta didik, kemudian membandingkannya dengan kemampuan yang diharapkan atau harus dimiliki sesuai dengan tuntutan yang datang kepada dirinya. Model ini digunakan untuk mengidentifikasi jenis kebutuhan belajar yang bersifat kebutuhan terasa (felt needs) atau kebutuhan belajar dalam pendidikan yang dirasakan langsung oleh peserta didik. Pelaksanaan identifikasinya pun harus dilakukan secara langsung kepada peserta didik itu sendiri.

Model Induktif ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu: 1). dapat diperoleh informasi yang langsung, 2). tepat mengenai jenis kebutuhan Peserta didik, sehingga memudahkan kepada guru (pendidik) untuk memilih materi belajar yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Namun, kelemahannya pun ada, yaitu; dalam menetapkan materi pendidikan yang bersifat menyeluruh, dan umum untuk peserta didik yang banyak dan luas akan membutuhkan waktu, dana, dan tenaga yang banyak. Karena setiap peserta didik yang mempunyai kecenderungan ingin atau harus belajar dimintai informasinya mengenai kebutuhan belajar yang mereka inginkan.

Model induktif memiliki langkah-langkah sebagai berikut:
 Mulai dari pengukuran tingkah laku siswa pada saat sekarang;
 Kemudian mengelaompokkan dalam kawasan program dari sudut tujuan (umum) yang diharapkan;
 Harapan-harapan tersebut dibandingkan dengan tujuan yang besar yang ada pada kurikulum, baru lahirlah kesenjangan.
 Untuk menyediakan program, maka disusun tujuan secara terperinci dalam program yang tepat, dilaksanakan, dievaluasi, dan direvisi.

Pelaksanaan pengukuran (assessment) kemampuan yang telah dimiliki calon peserta pelatihan disesuaikan dengan kondisi calon itu sendiri. Apabila calon sudah bisa membaca dan menulis, maka identifikasi dapat dilakukan melalui kegiatan pemberian angket, atau juga bisa melalui wawancara, dengan pokok-pokok pertanyaan diantaranya (contoh) : Kemampuan apa yang diinginkan untuk dipelajari pada kesempatan sekarang? atau Ingin belajar apa sekarang? Juga dapat dilakukan melalui pengajuan daftar isian atau kartu kebutuhan belajar. Calon peserta menjawab dan mengisi kuesioner pada bagian yang sudah disediakan. Begitu pula, apabila peserta pelatihan diberi kartu Kebutuhan Belajar, maka peserta pelatihan (sasaran) tinggal menuliskan jenis kemampuan yang ingin dipelajarinya pada kartu, yang telah disediakan.

Setelah memperoleh sejumlah kebutuhan belajar baik dari satu atau beberapa peserta, maka pendidik perlu menetapkan prioritas kebutuhan belajar. Penetapan prioritas ini dapat dilakukan pendidik bersama-sama peserta didik atau dilakukannya sendiri, yang kemudian diinformasikan lebih lanjut kepada peserta yang didasarkan kepada hasil jenis kebutuhan belajar yang diperoleh. Teknik yang digunakan untuk penetapan ini dapat dilakukan melalui diskusi, atau curah. pendapat, atau pasar data. Pengajuan prioritas dari setiap peserta pelatihan dibarengi dengan alasan-alasannya. Namun demikian, pada akhirnya penetapan prioritas ini perlu disesuaikan dengan berbagai macam kemungkinan dari segi bahan belajar, sumber belajar, waktu, serta sarana penunjang lainnya. Apabila pendidik sudah memperoleh penetapan prioritas, maka pendidik bertugas untuk mengembangkan materi pembelajaran, serta menyelenggarakan proses belajar.

2. Model Deduktif

Pendekatan pada model ini dilakukan secara deduktif, dalam, pengertian bahwa identifikasi kebutuhan pembelajaran dilakukan secara umum, dengan sasaran yang luas. Apabila akan menetapkan kebutuhan belajar untuk peserta didik yang memiliki karakteristik yang sama, maka pelaksanaan identifikasinya dilakukan pengajuan pertimbangan kepada semua peserta didik (sasaran). Hasil identifikasi diduga dibutuhkan untuk keseluruhan peserta didik (sasaran) yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Hasil identifikasi macam ini digunakan dalam menyusun materi belajar yang bersifat universal. Hal ini sebagaimana telah dilakukan dalam menetapkan kebutuhan belajar minimal untuk peserta didik dengan sasaran tertentu seperti melihat latar belakang pendidikan, usia, atau jabatan dll. Kemudian dikembangkan ke proses belajar dalam pembelajaran yang lebih khusus.

Keuntungan dari tipe ini adalah bahwa hasil identifikasi dapat diperoleh dari sasaran yang luas, sehingga ada kecenderungan penyelesaiannya menggunakan harga yang murah, dan relatif lebih efesien dibanding dengan tipe induktif, karena informasi kebutuhan belajar yang diperoleh dapat digunakan untuk penyelenggaraan proses belajar dalam pelatihan secara umum. Namun demikian, model ini mempunyai kelemahan dari segi efektifitasnya, karena belum tentu semua peserta didik (sasaran) diduga memiliki karakteristik yang sama akan memanfaatkan, dan membutuhkan hasil identifikasi tersebut. Hal ini didasarkan atas kenyataan bahwa keanekaragaman peserta didik cenderung memiliki minat dan kebutuhan belajar yang berbeda.

Kebutuhan belajar hasil identifikasi model deduktif termasuk jenis kebutuhan terduga (expected needs), dalam pengertian bahwa peserta didik pada umumnya diduga membutuhkan jenis kebutuhan belajar tersebut. Hal menarik bahwa, pernyataan jenis kebutuhan bisa tidak diungkapkan oleh diri peserta didik secara langsung, akan tetapi oleh pihak lain yang diduga memahami tentang kondisi peserta didik. Oleh karena itu, mengapa banyak terjadi "Drop out dalam pembelajaran", atau kebosanan belajar, tidak adanya motivasi, malas, karena ada kecenderungan bahan belajar yang dipelajarinya dalam pembelajaran kurang sesuai dengan kebutuhan belajar yang dirasakannya.

Model deduktif memilki langkah-langkah sebagai berikut:
 Dimulai dari tujuan umum berupa pernyataan hasil belajar yang diharapkan;
 Kembangkan ukuran / kriteria untuk mengukur tingkah laku tertentu;
 Kumpulkan data untuk mengetahui adanya kesenjangan;
 Atas dasar kesenjangan – kesenjangan tersebut disusun tujuan khusus secara detail;
 Program dikembangkan, dilaksanakan, dan di evaluasi.

Identifikasi pada model ini dilakukan secara universal kepada tiga pihak sasaran, yaitu:

1. Keluarga peserta pelatihan atau anggota masyarakat lain yang berkepentingan dengan pendidikan.
2. Pelaksana dan Pengelola Pelatihan: Kepala, penyelenggara, pelatih (tutor) dll. Sasaran ini memiliki pengalaman tentang wujud penyelenggaraan pelatihan yang telah diselenggarakan serta berbagai hal yang berkaitan dengan aspek-aspek kegiatan belajar.
3. Peserta pelatihan, untuk setiap jenis materi pembelajaran yang akan dikembangkan di kelas, sasaran ini ditetapkan untuk mencocokan keinginan dan kemampuan pelatih (tutor) dalam mengembangkan proses dan materi pembelajaran.

Pelaksanaan identifikasi kebutuhan pelatihan(kebutuhan belajar) pada model deduktif ini dimulai dari identifikasi kepada kedua pihak (keluarga, orang tua, dan pengelola pelatihan) kemudian penetapan keputusannya disesuaikan dengan jenis kebutuhan pelatihan yang diharapkan oleh peserta. Teknik yang digunakan dalam kegiatan identifikasi kebutuhan model ini adalah kuesioner, dan inventori yang disampaikan kepada ketiga pihak di atas, yang intinya menanyakan atau menyusun daftar jenis-jenis kebutuhan belajar yang diduga diperlukan untuk peserta.

Sebagai contoh:
Materi-materi apa yang perlu dimiliki oleh peserta pelatihan (sasaran), sesuai dengan mata pelajaran dalam pelatihan ……….. ?
1. ...............
2. ...............
3. ...............
4. ...............
5. ...............

Hasil identifikasi tersebut dikelompokan ke dalam rumpun-rumpun pengetahuan dan keterampilan, kemudian ditetapkan prioritas. Selanjutnya, jenis kebutuhan belajar dalam pembelajaran yang terpilih dikembangkan ke dalam bentuk program belajar yang akan digunakan oleh peserta (sasaran). Begitu pula dalam memilih metode, bahan dan alat pembelajaran dalam proses pembelajaran.

3. Model Klasik

Model klasik ini ditujukan untuk menyesuaikan bahan belajar yang telah ditetapkan dalam kurikulum atau program belajar dengan kebutuhan belajar yang dirasakan peserta (sasaran). Berbeda dengan model yang pertama, pada model ini pendidik telah memiliki pedoman yang berupa kurikulum, misalnya; Kurikulum pelatihan prajabatan, kurikulum pelatihan kepemimpinan, satuan pelajaran dalam pelatihan, modul, hand-out dll. Identifikasi kebutuhan belajar dilakukan secara terbuka dan langsung kepada peserta didik (sasaran) yang sudah ada di kelas. Pendidik mengidentifikasi kesenjangan di antara kemampuan yang telah dimiliki peserta didik dengan bahan belajar yang akan dipelajari. Tujuan dari model klasik ini adalah untuk mendekatkan kemampuan yang telah dimiliki dengan kemampuan yang akan dipelajari, sehingga peserta pelatihan didik tidak akan memperoleh kesenjangan dan kesulitan dalam mempelajari bahan belajar yang baru. Keuntungan dari model ini adalah untuk memudahkan peserta didik dalam mempelajari bahan belajar, di samping kemampuan yang telah dimiliki akan menjadi modal untuk memahami bahan belajar yang baru. Kelemahannya adalah bagi peserta didik yang terlalu jauh kemampuan dasarnya dengan bahan belajar yang akan dipelajari menuntut untuk mempelajari terlebih dahulu kesenjangan kemampuan tersebut, sehingga dalam mempelajari kebutuhan belajar yang diharapkannya membutuhkan waktu yang lama.

Kegiatan identifikasi kebutuhan belajar model klasik ini dilakukan pendidik kepada peserta didik, dengan cara pemberian tes, wawancara, atau kartu kebutuhan belajar, untuk menetapkan kemampuan awal peserta (entry behavior level). Selanjutnya, kemampuan awal tersebut dibandingkan dengan susunan pengetahuan yang terdapat dalam materi (modul, satpel dll) yang sudah ada. Apabila pendidik memperoleh hasil bahwa kemampuan peserta didik di bawah batas awal bahan belajar yang terdapat pada program belajar, maka peserta didik perlu memberikan supplement terlebih dahulu, sampai mendekati batas bahan pelatihan yang akan dipelajari. Namun, apabila pendidik memperoleh hasil bahwa kemampuan awal sudah berada pada pokok bahasan yang ada pada program, maka peserta pembelajaran bertugas untuk menetapkan strategi belajar dalam pelatihan yang tepat untuk membelajarkan peserta dari pokok bahasan pertama. Penetapan metode belajar ini ditujukan untuk menghilangkan kebosanan pada diri peserta.

5 komentar:

Agus Huri mengatakan...

Syukron..... sangat membantu

Merita mengatakan...

Assalamu'alaikum.Wr.Wb

Iya sma2 Agus...
Alhamdulillah ^_^

kasman mengatakan...

Sangat membantu anda punya tautan ini.

Lesterinapasaribu24blogspot mengatakan...

Terimaksih .. .
Sangat membantu . .

Lesterinapasaribu24blogspot mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.