Kamis, 15 Desember 2011

LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
         
         Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam kehidupan setiap individu (manusia), oleh karena itu setiap individu di harapkan memiliki pendidikan dan pengetahuan yang tinggi, agar mereka dapat menjalankan kehidupan mereka dengan baik dan sesuai dengan ajaran Islam. Akan tetapi, dalam menjalani suatu proses pendidikan’ kita harus memahami apa tujuan dari pendidikan itu sendiri.

         Pendidikan Islam adalah pendidikan yang berdasarkan Islam. Isi ilmu adalah teori. Isi ilmu bumi adalah teori tentang bumi. Maka isi Ilmu pendidikan adalah teori-teori tentang pendidikan, dan bukanlah hanya teori. Sedangkan tujuan umum pendidikan Islam ialah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. Jadi menurut Islam, pendidikan haruslah menjadikan seluruh manusia yang menghambakan diri kepada Allah.
           
          Dalam melaksanakan pendidikan tersebut dibutuhkan kompenen-kompenen, media dan lembaga-lembaga pendidikan, seperti lembaga pendidikan In-formal, formal dan non-formal, untuk mendukung jalannya proses pendidikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini kami akan mencoba untuk menjelaskan lebih banyak tentang ”Lembaga-lembaga Pendidikan Islam.”

B. Rumusan Masalah

1.   Apakah pengertian Pendidikan Islam?
2.   Apakah pengertian Pendidikan In-formal?
3.   Apakah pengertian Pendidikan formal?
4.   Apakah pengertian Pendidikan non-formal?



BAB II
PEMBAHASAN


LEMBAGA-LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM


A. Pengertian Lembaga Pendidikan Islam
         
          Secara etimologi, lembaga adalah asal sesuatu, acuan, sesuatu yang memberi bentuk pada yang lain, badan yang bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan.[1] Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa lembaga mengandung dua arti, yaitu: (1) pengertian secara fisik, materil, kongrit, dan (2) pengertian secara non-fisik, non-materil, dan abstark.[2]
                  
       Secara terminologi menurut Hasan Langgulung,[3] lembaga pendidikan adalah suatu sistem peraturan yang bersifat mujarrad, suatu konsepsi yang terdiri dari kode-kode, norma-norma, ideologi-ideologi, dan sebagainya, baik tertulis atau tidak, termasuk perlengkapan material dan organisasi simbolik: Kelompok manusia yang terdiri dari individu-individu yang dibentuk dengan sengaja atau tidak, untuk mencapai tujuan tertentu dan tempat-tempat kelompok itu melaksanakan peraturan-peraturan adalah masjid, sekolah, kuttab, dan sebagainya. Ada banyak jenis lembaga pendidikan Islam, di antaranya: Lembaga pendidkan formal, lembaga pendidikan in-formal, dan lembaga pendidikan non-formal.

B. Pendidikan In-formal (Keluarga)

           Pendidikan in-formal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang dengan pengalaman sehari-hari secara sadar atau tidak sadar, sejak ia lahir sampai mati’ di dalam keluarga dan pergaulannya sehari-hari, yang merupakan proses awal untuk membantu seseorang dalam belajar.[4] Pendidikan in-formal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan yang berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab, hal ini menjadi pendidikan primer bagi peserta didik dalam pembentukan karakter dan kepribadian. Hasil pendidikan in-formal diakui sama dengan pendidikan formal dan non-formal, setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.[5]

     Menurut Moridjan, seorang pengamat pendidikan, dalam uraian KHD tentang tiga pusat sistem pendidikan, dikatakan bahwa pusat pendidikan terutama untuk anak adalah di dalam rumah tangga dengan ibu dan bapak sebagai pendidik. Selain waktu terbanyak dari seorang anak itu memang dalam rumah, juga sebenarnya hubungan emosional yang dapat membangun sikap, sifat dan watak seorang anak dimulai sejak lahir, dalam rumah. Saat sang bayi lahir, guru bicara pertama, guru nyanyi pertama adalah ibu. Pendeknya sebelum anak mengenal sekolah, bahkan saat masih dalam masa "Aha Elibris" (selalu ingin bertanya) peranan orang tua sangat besar dalam menanamkan pendidikan kepada anaknya.

Ø Pentingnya pendidikan in-formal

          Pendidikan in-formal merupakan pendidikan pemula, sebelum melangkah kepada pendidikan formal. Berhasil atau tidaknya pendidikan formal atau pendidikan sekolah bergantung pada dan dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga. Pendidikan ini adalah pundamen atau dasar bagi pendidikan selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak selanjutnya, baik di sekolah maupun dalam masyarakat.

          Pentingnya serta keutamaan lembaga pendidikan in-formal (keluarga) sebagai lembaga   pendidikan Islam’ disyaratkan dalam Al-Qur’an:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR ÇÏÈ
  Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (Q.S. At-Tahrim: 6)

              Hal ini juga dipraktekkan Nabi dalam sunnahnya. Diantara orang yang dahulu beriman dan masuk Islam dari anggota keluarga Nabi, yaitu: Khadijah, Ali bin Abi Thalib, dan Zaid bin Harist.[6]

Ø Peranan pendidikan in-formal (keluarga) terhadap pendidikan anak
  
         Pada kebanyakan keluarga, ibulah yang memegang peranan terpenting terhadap anak-anaknya. Sejak anak itu dilahirkan, ibulah yang selalu disampingnya. Pendidikan seorang ibu terhadap anaknya merupakan pendidikan dasar yang tidak dapat diabaikan sama sekali. Maka dari itu, seorang ibu hendaklah menjadi orang yang paling bijaksana dan pandai mendidik anak-anaknya.

        Sesuai dengan pungsi dan tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga, dapat disimpulakan bahwa peranan ibu dalam mendidik anak-anaknya adalah sebagai:

1.   Sumber dan pemberi rasa kasih sayang,
2.   Pengasuh dan pemelihara,
3.   Tempat mencurahkan isi hati,
4.   Mengatur kehidupan dalam rumah tangga,
5.   Pembimbing dalam hubungan pribadi,

              Di samping ibu, seorang ayah pun memegang peranan yang penting pula. Anak memandang ayahnya sebagai orang yang tertinggi gengsinya atau prestasinya. Kegiatan seorang ayah terhadap pekerjaannya sehari-hari sungguh besar pengaruhnya kepada anak-anaknya, lebih-lebih anak yang telah agak besar.

            Ditinjau dari fungsi dan tugasnya sebagai ayah dalam pendidikan anak-anaknya’ yang lebih dominan adalah sebagai:

1.   Sumber kekuasaan di dalam keluarga
2.   Penghubung intern keluarga dengan masyarakat atau dunia luar,
3.   Pemberi perasaan aman bagi seluruh anggota keluarga,
4.   Pelindung terhadap ancaman dari luar,
5.   Hakim atau yang mengadili jika terjadi perselisihan,
6.   Pendidik dalam segi-segi rasional.

           Dari beberapa penjelasan yang telah dikemukakan, maka tidak dapat di pungkiri lagi tentang pentingnya pendidikan in-formal atau pendidikan keluarga, karena pendidikan keluarga merupakan awal pendidikan bagi anak sekaligus penentu baik-buruknya pendidikan yang akan dilakukan anak selanjutnya, yaitu pada pendidikan formal.

C.Pendidikan Formal (Sekolah)

       Pendidikan formal adalah pendidikan yang diperoleh oleh seseorang di tempat-tempat tertentu, teratur, sistematis, dan memiliki perpanjangan dalam ukuran waktu tertentu. Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya, jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi. Lembaga-lembaga pendidikan dalam pendidikan formal adalah Rahdatul Ulama, Pesantren, Sekolah, Madrasah Tsanawiyah, dan Perguruan Tinggi.

               Pendidikan formal memegang peranan yang sangat penting dalam proses mengembangkan pikiran seseorang. Oleh sebab itu, setiap orang diharapkan memiliki pendidikan yang tinggi. Adapun alasannya adalah karena pendidikan di sekolah:
1.   Membentuk dasar tentang cara-cara berpikir yang sistematis dan konseptual secara konsisten dan terarah.
2.   Mengajarkan banyak disiplin ilmu dengan berbagai teori-teori dan ilmu pengetahuan yang ada, sehingga wawasan dan pengetahuan menjadi lebih luas.
3.   Melatih dan menanamkan sikap mental dan emosional yang matang, dewasa dan mandiri. Sehingga biasanya seorang yang berpendidikan tinggi lebih dapat mengendalikan sikap dan emosinya secara baik.
4.   Menanamkan disiplin belajar yang sangat tinggi, sehingga seseorang yang berpendidikan akan lebih terbiasa untuk belajar dan belajar lagi.[7]

Ø Lembaga pendidikan formal harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

1.   Multiprogram dan multistrata, serta berorientasi pada tujuan perspektif dan kebutuhan deskriptif.
2.   Setiap program disusun dengan menggunakan prinsip pemaduan kompetensi kognitif, efektif, dan psikomotor dengan landasan akhlakal-karimah.
3.   Diversifikasi program disesuaikan dengan kebutuhan nyata di dalam masyarakat yang berorientasi pada penampilan perilaku peserta didik yang mempunyai rasa tanggung jawab kuat kepada Allah SWT, dirinya sendiri, keluarga dan bangsa serta lingkungannya.
4.  Memiliki strata pendidikan keterampilan kejuruan pada tingkat menengah dan strata untuk program sertifikat sebagai pembiasaan dari jalur kejuruan.
5. Saling bekerja sama antara satu institusi dengan institusi yang lain, jenjang yang lebih tinggi memberikan pelatihan yang intensif pada jenjang yang lebih rendah.

Ø Kompenen-kompenen Pendidikan

          Pendidikan formal memiliki beberapa kompenen yang harus dimilikinya, kompenen-kompenen tersebut adalah:

1.   Adanya tujuan dalam pelaksanaan pendidikan tersebut.
2.   Adanya pendidik, yaitu: seseorang yang memberi pengetahuan, bimbingan serta motivasi kepada anak didik.
3.   Adanya anak didik.
4.   Adanya media pendidikan yang mendukung.
5.   Harus terjadi proses belajar dan mengajar, serta interaksi antara pendidik dan anak didik.
6.   Adanya lingkungan tempat proses belajar dan mengajar tersebut dilaksanakan.
           
            Dengan demikian, kompenen pendidikan formal dapat dirumuskan dalam kalimat pendidik dan anak didik yang mengadakan kegiatan belajar mengajar, demi terwujudnya seorang pendidik yang berkualitas dan profesional sesuai dengan tujuan pendidikan.

Ø Manfaat dan Fungsi Pendidikan Formal, adalah:

1. Melatih Kemampuan Akademis Anak
Dengan melatih serta mengasah kemampuan menghafal, menganalisa, memecahkan masalah, logika, dan lain sebagainya maka diharapkan seseorang akan memiliki kemampuan akademis yang baik. Orang yang tidak sekolah biasanya tidak memiliki kemampuan akademis yang baik sehingga dapat dibedakan dengan orang yang bersekolah. Kehidupan yang ada di masa depan tidaklah semudah dan seindah saat ini karena dibutuhkan perjuangan dan kerja keras serta banyak ilmu pengetahuan.

2. Mendorong dan Memperkuat Mental, Fisik dan Disiplin
Dengan mengharuskan seorang siswa atau mahasiswa datang dan pulang sesuai dengan aturan yang berlaku maka secara tidak langsung dapat meningkatkan kedisiplinan seseorang. Dengan begitu padatnya jadwal sekolah yang memaksa seorang siswa untuk belajar secara terus-menerus akan menguatkan mental dan fisik seseorang menjadi lebih baik.

3. Memperkenalkan Tanggung Jawab
Tanggung jawab seorang anak adalah belajar di mana orangtua atau wali yang memberi nafkah. Seorang anak yang menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik dengan bersekolah yang rajin akan membuat bangga orang tua, guru, saudara, famili, dan lain-lain.

4. Membangun Jiwa Sosial dan Jaringan Pertemanan
Banyaknya teman yang bersekolah bersama akan memperluas hubungan sosial seorang siswa. Tidak menutup kemungkinan di masa depan akan membentuk jaringan bisnis dengan sesama teman di mana di antara sesamanya sudah saling kenal dan percaya. Dengan memiliki teman maka kebutuhan sosial yang merupakan kebutuhan dasar manusia dapat terpenuhi dengan baik.

5. Sebagai Identitas Diri
Lulus dari sebuah institusi pendidikan biasanya akan menerima suatu sertifikat atau ijazah khusus yang mengakui bahwa kita adalah orang yang terpelajar, memiliki kualitas yang baik dan dapat diandalkan. Jika disandingkan dengan orang yang tidak berpendidikan dalam suatu lowongan pekerjaan kantor, maka rata-rata yang terpelajarlah yang akan mendapatkan pekerjaan tersebut.

6. Sarana Mengembangkan Diri dan Berkreativitas
Seorang siswa dapat mengikuti berbagai program ekstrakurikuler sebagai pelengkap kegiatan akademis belajar mengajar agar dapat mengembangkan bakat dan minat dalam diri seseorang. Semakin banyak memiliki keahlian dan daya kreativitas maka akan semakin baik pula kualitas seseorang. Sekolah dan kuliah hanyalah sebagai suatu mediator atau perangkat pengembangan diri. Yang mengubah diri seseorang adalah orang itu sendiri.

D. Pendidikan Non-formal (Masyarakat)

               Pendidikan non-formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Dapat dikatakan bahwa kehidupan di dalam masyarakatlah (termasuk keluarga) yang merupakan bangku sekolah dari pendidikan non-formal ini. Oleh karenanya pendidikan non-formal ini bersifat tak terbatas dan biasanya cenderung bersifat hal-hal yang praktis. Di dalam masyarakat inilah seseorang menjalani kehidupan yang sebenarnya, terjun dan mempraktekkan segala kemampuan berpikir, bersikap dan bersosialisasi secara nyata dalam lingkungannya, ini berarti peranan pendidikan non-formal lebih banyak pada pembentukan karakter sosial seseorang.[8]

        Pendidikan non-formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja, pendidikan kesetaraan, serta pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

Hasil pendidikan non-formal dapat dihargai setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dengan mengacu pada standar nasional pendidikan. Adapun sasaran pendidikan non-formal adalah warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau ingin melengkapi pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat, yang berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

Berpijak pada tanggung jawab pendidikan non-formal (masyarakat), maka lahirlah beberapa lembaga pendidikan Islam, di antaranya:

1.   Masjid, Mushalla Langgar, dan Surau.
2.   Madrasah Diniyah yang tidak mengikuti ketetapan resmi
3.   Majelis Ta’lim, Taman Pendidikan Al-Qur’an, Taman Pendidikan Seni Al-Qur’an
4.   Kursus-kursus Keislaman
5.   Badan Pembinaan Rohani
6.   Badan-badan Konsultasi Keagamaan, dan
7.   Musabaqoh Tilawah al-Qur’an.

Jadi, Pendidikan non-formal pun memiliki peranan yang penting dalam kehidupan seseorang, sama halnya seperti pendidikan formal dan in-formal, seperti; Kursus dan pelatihan yang diselenggarakan bagi masyarakat sebagai bekal pengetahuan, keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi bekerja, usaha mandiri, dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.


BAB III
KESIMPULAN

            Dari berbagai uraian tentang lembaga-lembaga Pendidikan di atas, dapat kita ambil kesimpulan sebagai berikut:

A. Pengertian lembaga pendidikan Islam adalah badan yang bertujuan mengadakan suatu penelitian keilmuan, dengan berlandasan pada konsepsi yang terdiri dari kode-kode, norma-norma, ideologi-ideologi, dan sebagainya, baik tertulis atau tidak, termasuk perlengkapan material dan organisasi simbolik, dan bertujuan menciptakan seorang manusia yang berakhlak Islami.

B.   Pendidikan in-formal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang dengan pengalaman sehari-hari secara sadar atau tidak sadar, sejak ia lahir sampai mati’ di dalam keluarga dan pergaulannya sehari-hari, yang merupakan proses awal untuk membantu seseorang dalam belajar, sebelum menempuh pendidikan Formal (sekolah).

C.    Pendidikan formal adalah pendidikan yang diperoleh oleh seseorang di tempat-tempat tertentu, teratur, sistematis, dan memiliki perpanjangan dalam ukuran waktu tertentu.

D.   Pendidikan non-formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, dan merupakan pendidikan yang di peroleh di dalam lingkungan masyarakat. Oleh karenanya pendidikan non-formal ini bersifat tidak terbatas dan biasanya cenderung bersifat hal-hal yang praktis.



[1] Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia. (Balai Pustaka, 1990), cet. III, hlm. 572
[2] M. Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995) hlm. 1
[3] Hasan Langgulung, Pendidikan Islam menghadapi Abad ke 21, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1998) cet. I, hlm. 12-13
[4] Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. (Bandung: Rosdakarya, 2007). hlm. 52
[5] Ela Yulaelawati, Sutopo PN,Editor, Pendidikan Kesetaraan Mencerdaskan Anak Bangsa, (Jakarta, Direktorat Pendidikan Kesetaraan Depdiknas, 2006) hlm. 3
[6] Muhammad Husain Haekal, Hayed Muhammad. Alih bahasa Ali Audah, (Jakarta: Lintera Antar Nusa, cet. XVI, 1993) hlm. 189
[7] Sudjana S.F. Pendidikan Non-Formal I, (Bandung: Yayasan PTDI Jawa Barat, 1974). hlm. 44
[8] Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan. (Jakarta: Rineka cipta. 2002. cet.2). hlm. 183-184.

ILMU AKHLAK


 BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah

Akhlak tasawuf adalah salah satu khasanah intelektual Muslim yang kehadirannya hingga saat ini semakin dirasakan. Secara histories dan teologis Akhlak Tasawuf merupakan pemandu perjalanan hidup umat agar selamat dunia dan akhirat. Tidaklah berlebihan jika misi utama Nabi Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia dan sejarah mencatat bahwa faktor pendukung keberhasilan dakwah beliau itu antara lain karena dukungan akhlaknya yang baik, sehingga hal ini dinyatakan oleh Allah di dalam Al-Qur’an.

Kepada umat manusia, khususnya yang beriman kepada Allah diminta agar akhlak Nabi Muhammad SAW. Itu dijadikan contoh dalam kehidupan di berbagai bidang. Bagi siapa yang mematuhi permintaan ini, dijamin keselamatan hidupnya di dunia dan akhirat.

Oleh karena itu, melalui makalah ini kami akan mencoba memaparkan lebih banyak lagi penjelasan tentang pengertian Ilmu Akhlak dalam Akhlak Tasawuf.

B. Rumusan Masalah
1.  Apakah Pengertian Ilmu Akhlak ?
2.  Apakah yang merupakan Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak ?
3.  Apakah manfaat mempelajari Ilmu Akhlak ?



BAB II
PEMBAHASAN

ILMU AKHLAK

1.  PENGERTIAN ILMU AKHLAK
        Ada dua pendekatan yang dapat digunakan untuk mendefinisikan akhlak, yaitu pendekatan linguistik (kebahasaan), dan pendekatan teminologik (peristilahan). Dari sudut kebahasaan, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar (bentuk infinitif) dari kata akhlaqa, yukhliqu, ikhlaqan, sesuai dengan timbangan (wazan) tsulasi majid af’ala, yuf’ilu if’alan yang berarti al-sajiyah (perangai), ath-thabi’ah (kelakuan, tabi’at, watak dasar), al-’adat (kebiasaan, kelaziman), al-maru’ah (peradaban yang baik), dan al-din (agama).[1]

            Dengan demikian kata akhlaq atau khuluq secara kebahasaan berarti budi pekerti, adat kebiasaan, perangai, muru’ah atau segala sesuatu yang sudah menjadi tabi’at. Pengertian akhlak dari sudut kebahasaan ini dapat membantu kita dalam menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah.

            Untuk menjelaskan pengertian akhlak dari segi istilah ini, kita dapat merujuk kepada berbagai pendapat para pakar di bidang ini. Ibn Miskawaih (w. 421 H/1030 M) yang selanjutnya dikenal sebagai pakar bidang akhlak terkemuka dan terdahulu misalnya secara singkat mengatakan, bahwa akhlak adalah; Sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorongnya untuk melakukan perbuatam tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[2]
           
Sementara itu Imam al-Ghazali (1059-1111 M) yang selanjutnya dikenal dengan Hujjatul Islam (Pembela Islam),  mengatakan akhlak adalah; Sifat yang tertanam dalam jiwa yang menimbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.[3]

            Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, dalam Mu’jam al- Wasith, Ibrahim Anis mengatakan bahwa akhlak adalah; Sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.[4]
           
            Selanjutnya dalam kitab Dairatul Ma’arif, secara singkat akhlak diartikan, Sifat-sifat manusia yang terdidik.[5]
           
            Difinisi-difinisi akhlak tersebut secara substansial tampak saling melengkapi, dan darinya kita dapat merlihat lima ciri yng terdapat dalam perbuatan akhlak, yaitu:
           
            Pertama, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang telah tertanam kuat dalam jiwa seseorang, sehinggga telah menjadi kepribadiannya.
           
            Kedua, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan mudah tanpa pemikiran. Ini tidak berarti bahwa saat melakukan sesuatu perbuatan, yang bersangkutan dalam keadaan tidak sadar, hilang ingatan, tidur atau gila. Tetapi perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang yang sehat akal pikirannya.
           
            Ketiga, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang timbul dari dalam didi orang yang mengerjakannya, tanpa ada paksaan atau tekanan dari luar. Perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan atas dasar kemauan, pilihan dan keputusan yang bersangkutan.
           
            Keempat, perbuatan akhlak adalah perbuatan yang dilakukan dengan sesungguhnya, bukan main-main atau karena bersandiwara.
           
            Kelima, selain dengan ciri yang keempat, perbuatan akhlak (khususnya akhlak yang baik) adalah perbuatan yang dilakukan karena ikhlas semata-mata karena Allah, bukan karena ingin dipuji orang atau karena ingin mendapatkan sesuatu pujian. Seseorang yang melakukan perbuatan bukan atas karena Allah tidak dapat dikatakan perbuatan akhlak.
           
            Dalam Da’iratul Ma’arif Ilmu Akhlak adalah: Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya hingga terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong daripadanya.[6]
           
     Di dalam Mu’jam al-Wasith disebutkan bahwa ilmu akhlak adalah: Ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik dan buruk.[7]

            Selain itu ada pula pendapat yang mengatakan bahwa ilmu akhlak adalah ilmu tentang tata karma.[8]

2. RUANG LINGKUP PEMBAHASAN ILMU AKHLAK

Jika definisi tentang Ilmu Akhlak tersebut kita perhatikan dengan saksama, akan tampak bahwa ruang lingkup pembahasan Ilmu Akhlak adalah membahas tentang perbuatan-perbuatan manusia, kemudian menetapkannya apakah perbuatan tersebut tergolong perbuatan yang baik atau perbuatan yang buruk. Ilmu Akhlak dapat pula disebut sebagai ilmu yang berisi pembahasan dalam upaya mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberikan nilai atau hukum kepada perbuatan tersebut, yaitu apakah perbuatan tersebut tergolong baik dan buruk.

Dengan demikian objek pembahasan Ilmu Akhlak berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Jika kita katakan baik atau buruk, maka ukuran yang harus digunakan adalah ukuran normatif. Selanjutnya jika kita katakan sesuatu itu benar atau salah, maka yang demikian itu termasuk masalah hitungan atau akal pikiran.

Pokok-pokok masalah yang dibahas dalam Ilmu Akhlak pada intinya adalah perbuatan manusia. Perbuatan itu selanjutnya ditentukan kriterianya apakah baik atau buruk. Dalam hubungan ini Ahmad Amin mengatakan sebagai berikut : ”Bahwa objek Ilmu Akhlak adalah membahas perbuatan manusia yang selanjutnya perbuatan tersebut ditentukan baik atau buruk.”[9]

Pendapat di atas menunjukan dengan jelas bahwa objek pembahasan ilmu akhlak adalah perbuatan manusia untuk selanjutnya diberikan penilaian apakah baik atau buruk.

Pengertian ilmu akhlak selanjutnya dikemukakan oleh Muhammad al-Ghazali. Menurutnya bahwa kawasan pembahasan Ilmu Akhlak adalah seluruh aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu (perseorangan) maupun kelompok.[10]

Dalam masyarakat Barat kata akhlak sering diidentikkan dengan etika, walaupun pengindetikan ini tidak sepenuhnya tepat. Mereka yang mengidentikan akhlak dengan etika mengatakan bahwa etika adalah penyelidikan tentang tingkah laku dan sifat manusia.

Namun, perlu ditegaskan kembali disini bahwa yang dijadikan objek Ilmu Akhlak di sini adalah perbuatan yang memiliki ciri-ciri, yaitu perbuatan yang yang dilakukan atas kehendak dan kemauan, sebenarnya telah mendarah daging dan dilakukan secara terus-menerus sehingga mentradisi dalam kehidupannya. Perbuatan yang tidak memiliki ciri-ciri tersebut tidak dapat disebut sebagai perbuatan yang dijadikan objek Ilmu Akhlak.

Selanjutnya tidak pula termasuk ke dalam perbuatan akhlak, yaitu perbuatan yang alami karena perbuatan yang alami tidak menjadikan pelakunya layak dipuji. Dengan demikian perbuatan yang bersifat alami, dan perbuatan yang dilakukan tidak karena sengaja  atau khilaf tidak termasuk perbuatan akhlaki, karena dilakukan tidak atas dasar pilihan. Hal ini sejalan dengan sabda Rasulullah SAW., ”Bahwasanya Allah memaafkanku dan umatmu yang berbuat salah, lupa dan dipaksa.” (HR. Ibn Majah  dari Abi Zar). Hukum dibebaskan atas tiga golongan, yaitu atas orang yang gila hingga ia sembuh gilanya, orang yang tidur hingga ia bangun dari tidurnya dan anak kecil hingga ia menjadi dewasa. (HR. Ahmad, Abu Daud, Hakim dan Umar).

Dengan memperhatikan keterangan tersebut di atas kita dapat memahami bahwa yang dimaksud dengan Ilmu Akhlak adalah ilmu yang mengkaji suatu perbuatan yang dilakukan manusia yang dalam keadaan sadar, kemauannya sendiri, tidak terpaksa dan sungguh-sungguh, bukan perbuatan yang pura-pura. Perbuatan yang demikian selanjutnya deberi nilai baik atau buruk. Untuk menilai apakah perbuatan itu baik atau buruk diperlukan pula tolak ukur, yaitu baik dan buruk menurut siapa dan apa ukurannya.


3. MANFAAT  ILMU AKHLAK

              Akhlak merupakan objek ilmu yng menduduki tempat luas dalam memberi perhatian pada manusia dan pada pikirannya. Oleh karena itu, menuntut ilmu akhlak dari sekarang memiliki manfaat yang sangat tinggi. Di sini saya ingin menyimpulkan sebagian manfaat tersebut :

1.   Mencapai budi pekerti yang luhur, yang menumbuhkan kehidupan yang baik.
2.   Membimbing tindakan manusia kepada nilai-nilai akhlak dan budi pekerti yang luhur bedasarkan nilai.
3.   Memperkuat keinginan manusia kepada kebaikan dan jalan yang lurus.
4.   Mempelajari Ilmu Akhlak akan memberitahukan manusia pada kebaikan dan keburukan serta batas-batasnya.
5.   Di bawah bimbingan Akhlak Islami saja manusia akan memberikan setiap hak kepada masing-masing pemiliknya, baik binatang, manusia, benda mati atau tumbuh-tumbuhan. Sehingga lebih hak kepada Rabb sekalian alam ini.
6. Membimbing setiap manusia pada jalan yang benar ; Yang bersifat keilmuan, pemikiran, rohani, kejiwaan dan tubuh. Sehingga tidak satu pun kemampuanya dibiarkan menganggur.
7. Manfaat Ilmu Akhlak yang paling utama adalah memutuskan manusia dari cinta dunia dan memfokuskan cintanya kepada Allah SWT. Dengan demikian tidak ada yang lebih di idamkan kecuali berjumpa dengan Allah  SWT., maka semua tindakannya diukur menurut syariah dan akal pikiran.

Dengan demikian secara ringkas dapat dikatakan bahwa Ilmu Akhlak bertujuan untuk memberikan pedoman bagi manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau yang buruk. Terhadap perbuatan yang baik ia berusaha melakukannya dan terhadap perbuatan yang buruk ia berusaha untuk menghindarinya.


BAB III
KESIMPULAN

            Dari uraian diatas, dapat kita ambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut :
1.     Ilmu Akhlak adalah ilmu yang mengkaji tentang suatu pebuatan yang dilakukan manusia, baik ataupun buruk. Ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya hingga terisi dengannya (kebaikan) dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong daripadanya (keburukan).

2.     Ruang Lingkup Pembahasan Ilmu Akhlak adalah berkaitan dengan norma atau penilaian terhadap suatu perbuatan yang dilakukan oleh seseorang, perbuatan baik atau buruk yang selanjutnya diberikan penilaian apakah baik atau buruk oleh Allah SWT.

3.     Manfaat mempelajari Ilmu Akhlak, antara lain :
1.     Mencapai budi pekerti yang luhur, yang menumbuhkan kehidupan yang baik.
2.     Membimbing tindakan manusia kepada nilai-nilai akhlak dan budi pekerti yang luhur bedasarkan nilai.
                  3.   Memperkuat keinginan manusia kepada kebaikan dan jalan yang lurus.
4.     Mempelajari Ilmu Akhlak akan memberitahukan manusia pada kebaikan dan keburukan serta batas-batasnya.
5.     Di bawah bimbingan Akhlak Islami saja manusia akan memberikan setiap hak kepada masing-masing pemiliknya, baik binatang, manusia, benda mati atau tumbuh-tumbuhan. Sehingga lebih hak kepada Rabb sekalian alam ini.
6.     Membimbing setiap manusia pada jalan yang benar; Yang bersifat keilmuan, pemikiran, rohani, kejiwaan dan tubuh. Sehingga tidak satu pun kemampuanya dibiarkan menganggur.




[1] Jamil Shaliba, al-Mu’jam al-Falsafi, juz 1, (Mesir: Dar al-Kitab al-Mishri, 1978), hlm 539
[2] Ibn Miskawaih, Tahzib al-Akhlak wa Tathhir al-A’raq, (Mesir: al- Mathba’ah al-Mishriyah, 1934), cet 1, hlm 40
[3] Imam al-Ghazali, Ihya’ Ulum al-Din, Jilid III, (Beirut: Dar al –Fikr, t.t.), hlm 56
[4] Ibrahim Anis, al-Mu’jam al-Wasith, ( Mesir: Dar al – Ma’rif, 1972), hlm 202
[5] Abd al-Hamid, Dairah al-Ma’rif, II (Kairo: Asy-Sya’b,t,t), hlm 436
[6] Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, (Mesir: Dar al-Kutubal-Mishriyah, cet. III, t.t), hlm 2-3
[7] Abd. Hamid Yunus, op. cit., hlm.436-437
[8] Husaain al-Habsyi, Kamus al-Kautsar, (Surabaya: Assegaf, t.t), halm 87
[9]  Ahmad Amin, Kitab al-Akhlaq, op. cit., hlm. 2
[10] Muhammad al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, (terj) Moh. Rifa’i dari judul asli, Khuluq al-Muslim , (Semarang : Wicaksana, 1993) cet IV, hlm. 68